Jumat, 24 April 2015




MIKROBA DALAM TANAH

Khalifatisifa Ramadhani

Pendidikan Biologi,UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


 Pada kenyataannya, tanah harus dipandang sebagai bagian tubuh yang hidup, karena di dalamnya merupakan reservoir biota tanah yang masing-masing mempunyai peranan penting untuk mencapai kondisi keseimbangan ekosistem (Doran, et al., 1996).

Keberadaan mikroba di dalam tanah memainkan peranan penting pada siklus biogeokimia dan sangat responsif untuk daur ulang senyawa organik. Mikroba tanah mempengaruhi kondisi ekosistem di dalam tanah oleh kontribusinya dalam penyediaan nutrisi tanaman (Timonen et al, 1996), kesehatan tanaman (Fillion, et al., 1999), struktur tanah (Dodd, et al., 2000) dan kesuburan tanah (Yao, et al., 2000 dan O’Donnell et al., 2001).

Kriteria kesuburan tanah ditentukan oleh kombinasi tiga faktor yang saling berinteraksi, yaitu faktor fisis, khemis dan biologis. Karakteristik fisis dan khemis tanah dapat dipahami lebih sempurna daripada karakteristik biologis-nya. Oleh karenanya lebih banyak diketahui status fisis dan khemis tanah, dan sedikit informasi tentang status biologis tanah. Memang ada sedikit kesulitan dalam menentukan status biologis tanah, karena substansinya bersifat hidup, dinamis dan dapat mengalami perubahan pada ruang dan waktu. Sifat dinamis pada status biologis tanah ini memberikan peluang besar dalam pengelolaannya. Status biologis tanah dapat memberikan peringatan dini adanya degradasi tanah, sehingga memungkinkan untuk menerapkan praktek-praktek pengelolaan lahan yang lebih berkelanjutan (Loreau et al, 2001).

 Aspek biologis tanah sangat kompleks dan membutuhkan pemahaman yang lebih baik, karena belum banyaknya informasi tentang jumlah dan keanekaragaman mikroba tanah, serta bagaimana tingkat aktivitasnya dalam mempertahankan tanah yang subur dan produktif (Fitter et al, 2005). Mikroba di dalam tanah yang mempunyai kemampuan dalam penyediaan nutrisi tanaman menjadi bagian penting para agronomis di bidang pertanian. Kegiatan introduksi mikroba dalam bentuk agensia hayati menjadi pilihan untuk dilakukan dalam upaya reduksi pupuk kimia dan mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan (Prihastuti, 2008)

Tanah dapat dipandang sebagai suatu kesatuan kehidupan daripada hanya suatu tubuh tanah saja. Komponen organik tanah mengandung semua bentuk kehidupan dalam tanah dan yang sudah mati maupun yang sedang mengalami proses dekomposisi (Loreau et al, 2001).

Keberadaan mikroba di dalam tanah secara alami mempunyai peranan untuk menjaga fungsi tanah dan mengendalikan produktivitasnya, karena sebagai kunci dalam berbagai proses kehidupan tanah, seperti pembentukan struktur tanah, dekomposisi bahan organik, mengubah zat racun, siklus C, N, P dan S (van Elsas dan Trevors, 1997).

Beberapa jenis mikroba tanah yang mempunyai arti penting dalam kestabilan ekosistem di dalam tanah adalah:

1. Bakteri

Bakteri merupakan kelompok mikroba tanah yang paling dominan, mencapai separuh

dari biomassa mikroba dalam tanah. Dalam setiap gram tanah subur mengandung sedikitnya satu juta organisme bersel satu ini dan jumlah populasi bakteri akan semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Jumlah populasi dan jenis bakteri ditentukan oleh kondisi tanahnya, yang berfungsi sebagai lingkungan tumbuhnya. Banyak jenis bakteri yang berbeda dapat ditemukan di dalam tanah, masing-masing mempunyai peranan tertentu dalam lingkungan tanah. Salah satu manfaat utama bakteri adalah menyediakan nutrisi tanaman. Beberapa spesies bakteri melepaskan nitrogen, belerang, fosfor, dan trace elemen dari material organik. Peranan bakteri yang lain adalah memecah tanah mineral, melepaskan kalium, fosfor, magnesium, kalsium dan besi. Masih ada spesies lain yang berperan dalam membuat dan melepaskan hormon pertumbuhan tanaman dan untuk merangsang pertumbuhan akar (Schloss and Handelsman, 2006).

and Handelsman, 2006).

Beberapa jenis bakteri penambat nitrogen dari perakaran tanaman kacang-kacangan bekerja melalui asosiasi dengan tanaman. Bakteri ini bertanggung jawab untuk mengubah nitrogen dari amonium menjadi nitrat dan kembali lagi tergantung pada kondisi tanah tertentu. Manfaat bakteri untuk tanaman yang lainnya adalah meningkatkan kelarutan nutrisi, memperbaiki struktur tanah, melawan penyakit akar dan menetralkan racun tanah. Bakteri penting di dalam dinamika air, siklus hara dan supresiv patogen (Anonim, 2010).



2. Jamur

Jamur di dalam tanah hadir dalam berbagai jenis, ukuran dan bentuk yang berbeda. Beberapa spesies muncul sebagai benang-benang dan membentuk seperti koloni, sementara yang lain adalah satu-sel yang disebut ragi/yeast. Jamur benang dan jamur kancing (mushrom) disebut juga fungi. Banyak jamur yang membantu tanaman melalui pemecahan bahan organik atau pelepasan nutrien dari mineral tanah. Jamur umumnya cepat untuk menjajah potongan-potongan besar bahan organik dan memulai proses dekomposisi. Beberapa jamur menghasilkan hormon tanaman, sedangkan yang lain menghasilkan antibiotik, termasuk penisilin. Bahkan ada jenis jamur yang berbahaya sebagai perangkap nematoda parasit tanaman (Cutler and Hill, 1994)



PEMELIHARAAN STRUKTUR KOMUNITAS MIKROBA TANAH

Sekalipun sejak tahun 1960-an para ahli mikrobiologi telah mengkaji peranan diversitas mikroba tanah terhadap fungsi kestabilan ekosistem, namun perhatiannya kurang begitu tinggi terhadap fungsi ekologi dan resiliensi ekosistem tanah (Harrison, et al, 1968).

Hubungan yang sering dikaji adalah diversitas mikroba tanah, kualitas tanah dan tanaman, serta keberlanjutan ekosistem. Sekalipun demikian yang terdokumentasi hanyalah hubungan antara tingkat supresiv tanah terhadap penyakit tanaman dan diversitas atau kemelimpahan komunitas mikroba tanah (Abawi and Widmer, 2000; Nitta, 1991).

Kriteria kesuburan tanah ditentukan oleh kombinasi tiga faktor yang saling berinteraksi, yaitu faktor fisis, khemis dan biologis. Karakteristik fisis dan khemis tanah dapat dipahami lebih sempurna daripada karakteristik biologis-nya. Oleh karenanya lebih banyak diketahui status fisis dan khemis tanah, dan sedikit informasi tentang status biologis tanah. Memang ada sedikit kesulitan Mikroba berguna (effective microorganism) sebagai komponen habitat alam mempunyai peran dan fungsi penting dalam mendukung terlaksananya pertanian ramah lingkungan melalui berbagai proses, seperti dekomposisi bahan organik, mineralisasi senyawa organik, fiksasi hara, pelarut hara, nitrifikasi dan denitrifikasi. Dalam aliran .pertanian input organik., mikroba diposisikan sebagai produsen hara, tanah dianggap sebagai media biosintesis, dan hasil kerja mikroba dianggap sebagai pensuplai utama kebutuhan hara bagi tanaman. Di Amerika Serikat, mikroba tanah dipandang sangat penting, sehingga menjadi salah satu indikator dalam menentukan indeks kualitas tanah      (Karlen et al, 2006) 

Bakteri Rhizobium dapat diinokulasi ke biji legum untuk memperbaiki nitrogen dalam tanah. Bakteri nitrogen-fixing hidup di bintil akar khusus pada kacang-kacangan seperti semanggi, kacang, medis, pial dll Mereka mengekstrak gas nitrogen dari udara dan mengubahnya menjadi bentuk bahwa tanaman dapat digunakan. Bentuk fiksasi nitrogen dapat menambah setara dengan lebih dari 100 kg nitrogen per hektar per tahun. Azotobacter, Azospirillum, Agrobacterium, Gluconobacter, Flavobacterium dan Herbaspirillum merupakan contoh bakteri, nitrogen-memperbaiki hidup bebas, sering dikaitkan dengan non-legum. Sampai saat ini, inokulasi tanah dengan organisme ini belum terbukti sebagai cara yang efektif untuk fiksasi nitrogen meningkat untuk tanaman non-legum (Ugama, 2010).

Bakteri aerobik adalah mereka yang membutuhkan oksigen, jadi mana tanah aerob berdrainase baik cenderung mendominasi. Anaerob adalah bakteri yang tidak memerlukan oksigen dan mungkin akan beracun. Kelompok ini termasuk jenis yang sangat kuno bakteri yang hidup di dalam agregat tanah. Bakteri anaerob mendukung basah, tanah buruk dikeringkan dan dapat menghasilkan senyawa beracun yang dapat membatasi pertumbuhan akar dan predisposisi penyakit tanaman ke akar.
Actinobacteria merupakan bakteri yang membantu tanah memecah humates dan asam humat pada tanah. Actinobacteria lebih suka tanah non-asam dengan pH lebih tinggi dari 5. oxidisers Sulfur Banyak tanah mengandung mineral sulfida tetapi bentuk belerang sebagian besar tidak tersedia untuk tanaman. (Yuliana, 2010)



Mikroorganisme penyubur tanah dapat juga dimanfaatkan dalam dunia pertanian

Pemanfaatan teknologi mikroba di bidang pertanian dapat meningkatkan fungsi mikroba indigenous (asli alamiah), dalam berbagai sistem produksi tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pertanian ramah lingkungan secara umum diartikan sebagai usaha pertanian yang bertujuan untuk memperoleh produksi optimal tanpa merusak lingkungan, baik secara fisik, kimia, biologi, maupun ekologi. Aspek keberlanjutan sistem produksi merupakan salah satu ciri pertanian ramah lingkungan. Kriteria pertanian ramah lingkungan adalah (1) terpeliharanya keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekologis biota pada permukaan dan lapisan olah tanah, (2) terpeliharanya kualitas sumber daya pertanian dari segi fisik, hidrologis, kimiawi, dan biologi mikrobial, (3) bebas cemaran residu kimia, limbah organik, dan anorganik yang berbahaya atau mengganggu proses hidup tanaman, (4) terlestarikannya keanekaragaman genetik tanaman budi daya, (5) tidak terjadi akumulasi senyawa beracun dan logam berat yang membahayakan atau melebihi batas ambang aman, (6) terdapat keseimbangan ekologis antara hama penyakit dengan musuh-musuh alami, (7) produktivitas lahan stabil dan berkelanjutan, dan (8) produksi hasil panen bermutu tinggi dan aman sebagai pangan atau pakan (Sumarno et al. 2007).

Jenis dan Fungsi Mikroba Penyubur Tanah

Mikroba penyubur tanah yang sering digunakan dalam bidang pertanian antara lain adalah:

1. Bakteri Fiksasi Nitrogen

Azotobacter

Berbagai jenis bakteri fiksasi N2 secara hayati, antara lain terdiri atas rhizobia, sianobakter (ganggang hijau biru), bakteri foto-autotrofik pada air tergenang dan permukaan tanah, dan bakteri heterotrofik dalam tanah dan zona akar (Ladha and Reddy 1995, Kyuma 2004).

Bakteri tersebut mampu mengikat nitrogen dari udara, baik secara simbiosis (root-nodulating bacteria) maupun nonsimbiosis (free-living nitrogen-fixing rhizobacteria). Pemanfaatan bakteri fiksasi N2, baik yang diaplikasikan melalui tanah maupun disemprotkan pada tanaman, mampu meningkatkan efisiensi pemupukan N. Dalam upaya mencapai tujuan pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan, penggunaan bakteri fikasi N2 berpotensi mengurangi kebutuhan pupuk N sintetis, meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani dengan masukan yang lebih murah.( Boddey et al. 1995)

Bakteri fiksasi N2 yang hidup bebas pada daerah perakaran dan jaringan tanaman padi, seperti Pseudomonas spp., Enterobacteriaceae, Bacillus, Azotobacter, Azospirillum, dan Herbaspirillum telah terbukti mampu melakukan fiksasi N2 (James and Olivares, 1997).

Populasi Azotobacter dalam tanah dipengaruhi oleh pemupukan dan jenis tanaman. Kelompok prokariotik fotosintetik, seperti sianobakter, mampu mempertahankan kesuburan ekosistem pada kondisi alami lahan pertanian melalui kemampuannya mengikat N2 (Albrecht, 1998)

2.                  Mikroba Pelarut Fosfat

Bacillus

Alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan P dan untuk mengatasi rendahnya P tersedia atau kejenuhan P dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikroorganisme pelarut Psebagai pupuk hayati. Mikroorganisme pelarut P adalah mikroorganisme yang dapat melarutkan P sukar larut menjadi larut, baik yang berasal dari dalam tanah maupun dari pupuk, sehingga dapat diserap oleh tanaman.

Berbagai spesies mikroba pelarut P, antara lain Pseudomonas, Microccus, Bacillus, Flavobacterium, Penicillium, Sclerotium, Fusarium, dan Aspergillus, berpotensi tinggi dalam melarutkan P terikat menjadi P tersedia dalam tanah . Mekanisme pelarutan P dari bahan yang sukar larut terkait erat dengan aktivitas mikroba bersangkutan dalam menghasilkan enzim fosfatase dan fitase. Penggunaan mikroba pelarut P merupakan salah satu pemecahan masalah peningkatan efisiensi pemupukan P yang aman lingkungan, yang sekaligus dapat menghemat penggunaan pupuk P. (Alexander 1977)

3.                  Mikoriza

Mikoriza berperan meningkatkan serapan P oleh akar tanaman. Mikoriza memiliki struktur hifa yang menjalar luas ke dalam tanah, melampaui jauh jarak yang dapat dicapai oleh rambut akar. Pada saat P berada di sekitar rambut akar, maka hifa membantu menyerap P di tempat-tempat yang tidak dapat lagi dijangkau rambut akar. Daerah akar bermikoriza tetap aktif dalam mengabsorpsi hara untuk jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan akar yang tidak bermikoriza (Simanungkalit 2007).

4. Bakteri pereduksi sulfat

Degradasi bahan organik di lingkungan anerob dapat terjadi melalui proses reduksi sulfat. Bakteri pereduksi sulfat merupakan perombak bahan organik utama dalam sedimen anaerob, dan berperan penting dalam mineralisasi sulfur organik dan produksi Fe dan P mudah larut. (Sherman et al. 1998).

5. Rizobakteri penghasil zat pemacu tumbuh

Rhizobium

Bakteri pemacu tumbuh secara langsung memproduksi fitohormon yang dapat menginduksi pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan tanaman dapat terjadi ketika suatu rizobakterium memproduksi metabolit yang berperan sebagai fitohormon yang secara langsung meningkatkan pertumbuhan tanaman (Tien et al. 1979)

Bakteri pemacu tumbuh secara tidak langsung juga menghambat patogen melalui sintesis senyawa antibiotik, sebagai kontrol biologis. Beberapa jenis endofitik bersimbiosis mutualistik dengan tanaman inangnya dalam meningkatkan ketahanannya terhadap serangga hama melalui produksi toksin, di samping senyawa anti mikroba seperti fungi Pestalotiopsis microspora, danTaxus walkchiana yang memproduksi taxol (zat antikanker) (Strobel et al. 1999).  Miles et al. (1998) melaporkan bawa endofitik Neotyphodium sp. Menghasilkan N-formilonine dan a paxiline (senyawa antiserangga hama).

6. Mikroba perombak bahan organic

Trichoderma

Pengertian umum mikroorganisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah mikroorganisme pengurai serat, lignin, dan senyawa organik yang mengandung nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati). Mikroba perombak bahan organik terdiri atas Trichoderma reesei, T. harzianum, T. koningii, Phanerochaeta crysosporium, Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora, Aspergillus niger, A. terreus, Penicillium, dan Streptomyces. Fungi perombak bahan organik umumnya mempunyai kemampuan yang lebih baik dibanding bakteri dalam mengurai sisa-sisa tanaman (hemiselulosa, selulosa dan lignin). Umumnya mikroba yang mampu mendegradasi selulosa juga mampu mendegradasi hemiselulosa (Alexander 1977). Menurut Eriksson et al. (1989), kelompok fungi menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling nyata, yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana, yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan hara di sekitar tanaman.



DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M. 1977. Introduction to soil mycrobiology. 2nd Ed. John Wiley and Sons. New York. 467 p.
 
Banik, S. and B.K. Dey. 1982. Available phosphate content of an alluvial soil as influenced by inoculation of some isolated phosphate-solubilizing micro-organisms. Plant and Soil 69: 353-364.
 
Doran J. W. , M. Sarrantonio, dan M. A. Liebig. 1996. Soil health and sustainability. Adv. Agron. 56:2–54
 
Eriksson, KEL, R.A. Blanchette, and P. Ander. 1989. Microbial and enzymatic degradation of wood and wood components. Springer-Verlag Heildeberg. New York.
 
Filion, M., M. St-Arnaud, J. A. Fortin. 1999. Direct interaction between the arbuscular mycorrhizal fungus 
Glomus intraradices and different rhizosphere microorganisms. New Phytol. 141, 525–533.
 
Fitter, A. H., C. A. Gilligan, K. Hollingworth, A. Kleczkowski, K. M. Twyman, J. W. Pitchford, and The members of the Nerc Soil Biodiversity Programme. 2005. Biodiversity and ecosystem function in soil. British Ecological Society (19): 369-377
 
Illmer, P. and F. Schinner. 1992. Solubilization of inorganic phosphate by microorganisms isolated from forest soils. Soil Biol. Biochem. 24: 389- 395.
 
James, E. and F.L. Olivares. 1997. Infection and colonization of sugarcane and other graminaceous plants by endophytic diazotrophicus. Plant Science. 17:77-119.
 
James E.K., P. Gyaneshwara, W.L. Barraquio, N. Mathan, and J.K Ladha. 2000. Endophytic diazotroph associated with rice. In: J.K. Ladha, P.M. Reddy (Eds.). The quest for nitrogen fixation in rice. IRRI.
 
Jordan, D.C. 1984. Famili III. Rhizobiaceae conn 1938, 321AL, p. 234-256. In: N.R. Krieg and J.E. Holt (Eds.). Bergey’s manual of systematic bacteriology, vol. 1. The William and Wilkins Co., Baltimore.
 
Kuykendall, L.D., B. Saxena, T.E. Devine, and S.E. Udell. 1992. Genetic diversity in Bradyrhizobium japonicum Jordan 1982 and a proposal for Bradyrhizobium elkanii sp. nov. Canadian J. Microbiol. 38:501-505.
 
Kristensen, E., M. Holmer, and N. Bussarawit. 1991. Benthic metabolism and sulfate reduction in a south-east Asian mangrove swamp. Mar. Ecol. Prog. Ser. 73:93-103.
 
Ladha, J.K. and P.M. Reddy. 1995. Extension of nitrogen fixation to rice: necessity and possibilities. GeoJournal. 35:363-372.
 
Loreau, M., S. Naeem, P. Inchausti, J. Bengtsson, J. P. Grime, A. Hector, D. U. Hooper, M. A. Huston, D. Raffaelli, B. Schimid, D. Tilman and D. A. Wardle. 2001. Biodiversity and Ecosystem Funtioning: Current Knowledge and Future Challenges. Science (294): 804-808
 
Miles, C.O., M.E. diMena, S.W.L. Jacobs, I. Garthwaite, G.A. Lane, R.A. Prestidge, S.L. Marshal, H.H. Wilkinson, C.L. Schardl, O.J.P. Ball, and C.M.Latch. 1998. Endophytic fungi in indigineous Australian grasses associated with toxicity to livestock. Appl. Environ. Microbiol. 64:601-606.
 
Olivares, F.L., V.L.D. Baldani, V.M. Reis, J.I. Baldani, and J. Dobereiner. 1996. Occurrence of the endophytic diazotrophs Herbaspirillum spp. In roots, stems and leaves predominantly of Gramineae. Biology Fertility Soils, 21: 197-200.
 
Prihastuti. 2008. Adopsi pupuk hayati di Indonesia: antara harapan dan realita. Dalam Saleh. N. Rahmianna, A.A., Pardono, Samanhudi, Anam, C dan Yulianto (Penyunting). 2008. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, Surakarta, 7 Agustus 2008. Fakultas Pertanian/Pascasarjana Agronomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Hlm. 76-81 .
 
Sherman, R.E., T.J. Fahey, and R.W. Howarth. 1998. Soil-plant interactions in a neotropical mangrove forest:iron, phosphorus, and sulfur dynamics. Oecologia 115:553-563.
 
Simanungkalit, R.D.M. 1997. Effectiveness of 10 species of arbuscular mycorrhizal (AM) fungi isolated from West Java and Lampung on maize and soybean, p. 267-274. In: U.A. Jenie (Ed.). Proc. Indonesian Biotechnology Conference, Vol. II . The Indonesian Biotechnology Consortium, IUC Biotechnology IPB, Bogor.
 
Strobel, G.A., E. Ford, J.Y. Li, J. Sears, R.S. Sidhu, and W.M. Hess. 1999. Seimatoantlerium tepuiense gen. Nov., a unique epiphytic fungus producing taxol from the Venezuelan Guyana. Syst. Appl. Microbiol. 22:426-433.
 
Tien, T.M., M.H. Gaskin, and D.H. Hubell. 1979. Plant growth substances produced by Azospirillum brasilense and their effect on the growth of pearl millet (Pennisetum americanum L.). Appl. Environt. Microbiol. 37:1016-1024.
 
Timonen, S., R. D. Finlay, S. Olsson, dan B. Soderstrom. 1996. Dynamics of phosphorous translocation in intact ectomycorrhizal systems: non-destructive monitoring using a B-scanner. FEMS Microbiol. Ecol. 19, 171– 180.
van Elsas J. D dan J. T. Trevors. 1997. Modern Soil Microbiology. New York: MarcelDekker
 
Yao, H., Z. He, M. J. Wilson, dan C. D. Campbell. 2000. Microbial biomass and community structure in a 
sequence of soils with increasing fertility and changing land use. Microb. Ecol. 40, 223– 237.
 
https://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/12/08/pemanfaatan-mikroorganisme-dalam-penyuburan-tanah/ Diakses pada tanggal 24 April 2015, pukul 20.35 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21783/4/Chapter%20II.pdf Diakses pada tanggal 24 April 2015, pukul 20.55 WIB
http://naystandon.blogspot.com/2015/01/laporan-praktikum-mikrobiologi-mikroba.html Diakses pada tanggal 24 April 2015, pukul 21.03 WIB
http://litbang.bantenprov.go.id/2011/wp-content/uploads/peran_mikroba_dlm_pertanian_organik1.pdf Diakses pada tanggal 24 April 2015, pukul 21.52